landasan sosiologi pendidikan

All posts tagged landasan sosiologi pendidikan

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Published April 28, 2012 by dyahrahayuarmanto

1.   Ringkasan materi tentang Landasan Sosiologi Pendidikan

Manusia adalah mahkluk sosial. Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antar masyarakat dan individu dengan masyarakat. Hidup di masyarakat itu merupakan manifestasi bakat sosial anak. Oleh karena itu, aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar jadi matang. Di samping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak dalam upaya mengembangkan dirinya, maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan. Dan menurut para ahli bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah bahwa mendidik itu bertujuan membimbing agar kelak dapat hidup serasi dengan masyarakat tempat hidupnya.

  1. Pengertian tentang Landasan Sosiologis

Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798 – 1857). Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok – kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri – ciri :

1.   Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.

2.   Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.

3.   Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.

4.   Nonetis, karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.

Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola – pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Sosiologi pendidikan ini membahas sosiologi yang terdapat pada pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi :

  1. Interaksi guru – siswa.
  2. Dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah.
  3. Struktur dan fungsi sistem pendidikan.
  4. Sistem – sistem masyarakat dan pengaruhnya terhaadap pendidikan.

Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

1.   Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari :

a.   Fungsi pendidikan dalam kebudayaan

b.   Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan.

c.   Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan kebudayaan.

d.   Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau sistem status.

e.   Fungsionalisasi sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau kelompok – kelompok dalam masyarakat.

2.   Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi :

a.   Sifat kebudayaann sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah.

b.   Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah.

3.   Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari :

a.   Peranan sosial guru.

b.   Sifat kepribadian guru.

c.   Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.

d.   Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak – anak.

4.   Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi :

a.   Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah.

b.   Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem sosial komunitas kaum tidak terpelajar.

c.   Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya.

d.   Faktor – faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.

Keempat bidang yang dipelajari tersebut sangat esensial sebagai sarana untuk memahami sistem pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat (Wayan Ardhana, 1986 : Modul 1/67)

Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu:

  1. Paham individualisme, Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing – masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.  Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat.
  2. Paham kolektivisme, Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
  3. Paham integralistik, paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.

Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat:

  1. Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat.
  2. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat..
  3. Negara melindungi warga negaranya.
  4. Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.

Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Khusus untuk jalur pendidikan luar sekolah, terutama apabila ditinjau dari sosiologi maka pendidikan keluarga adalah sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial yang pertaman bagi setiap manusia. Proses sosialisasi akan dimulai dari keluarga, dimana anak mulai mengembangkan diri. Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 pasal 10 ayat 4 dinyatakan bahwa ”Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai norma dan keterampilan.”perlu pula ditegaskan bahwa pemerintah  mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungannya sendiri. Meskipun pendidikan formal telah mengambil sebagian tugas keluarga dalam mendidik anak, tetapi pengaruh keluarga tetap penting sebab keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal oleh anak. Dalam keluarga dapat ditanamkan nilai dan sikap yang dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Perubahan fungsi keluarga, pola hubungan orang tua dan anak di dalam keluarga, komposisi keanggotaan dalam keluarga, keberadaan orang tua (hanya bapak/ibu) dalam keluarga, dan perbedaan kelas sosial keluarga diperkirakan tetap berpengaruh terhadap perkembangan anak (Redja Mudyahardjo. et.al.,1992: modul 5/54).

Selanjutnya disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat. Seperti kelompok keagamaan, organisasi pemuda dan pramuka, dan lain – lain. Terdapat satu kelompok khusus yang datangnya bukan dari orang dewasa, tetapi dari anak – anak lain yang hampir seusia yang disebut kelompok sebaya. Kelompok sebaya ini juga merupakan agen sosialisasi yang mempunyai pengaruh kuat searah dengan bertambahnya usia anak. Kelompok sebaya sendiri dari sejumlah individu yang rata – rata usianya hampir sama yang mempunyai kepentingan tertentu yang bersifat sangat sementara.

Kelompok sebaya bukanlah merupakan lembaga yang bersifat tetap sebagaimana keluarga. Memang kelompok ini mempunyai semacam organisasi, tetapi peranan dari setiap anggota kurang jelas dan peranan – peranan itu sering berubah – ubah. Pada beberapa kelompok sebaya, bahkan tidak jelas siapa sebenarnya yang menjadi anggota dan siapa yang bukan anggota. Anak – anak selalu pindah dari satu kelompok ke kelompok sebaya lainnya sejalan dengan bertambahnya usia anak yang bersangkutan. Banyak anak menjadi anggota lebih dari satu kelompok dalam waktu yang bersamaan. Pada suatu saat seorang anak menjadi anggota kelompok sebaya di kampungnya, di organisasi pemuda, dan atau di sekolah. Di dalam masing – masing kelompok seorang anak mempunyai status tertentu dan dituntut dari kelompok sebaya dan adanya kecenderungan setiap anggota kelompok untuk memenuhi ekspektasi itu, maka dirasakan pengaruh kelompok sebaya menjadi sangat penting. Sebagai lembaga sosial, kelompok sebaya tidak mempunyai struktur yang jelas dan tidak mempunyai tujuan yang bersifat permanen. Tetapi kelompok sebaya dapat menciptakan solidaritas yang sangat kuat diantara anggota kelompoknya. Terdapat beberapa hal yang dapat disumbangkan oleh kelompok sebaya dalam proses sosialisasi anak, antara lain bahwa kelompok sebaya memberikan model, memberikan identitas, serta memberikan dukungan. Di samping itu, kelompok sebaya memberikan jalan pada anak untuk lebih independen dan menumbuhkan sikap kerjasama dan membuka horison anak lebih luas.

Paparan tersrbut menyoroti terutama pengaruh masyarakat terhadap pendidikan, mulai dari keluarga, kelompok sebaya dan lainnya. Dari sisi lain, yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh pendidikan terhadap masyarakat. Tentang hal ini terdapat suatu persoalan klasik yang telah dikaji sejak dulu. Permasalahan dimaksud adalah dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan, yakni yang harus mendapat penekanan : apakah pendidikan mempersiapkan anak untuk hidup di dalam masyarakatnya (penekanan pada sosialisasi), atau mempersiapkan  anak untuk merombak/membarui masyarakat (penekanan pada agen pembaruan). Seperti tampak di banyak negara, pendidikan yang dilaksanakan pada umumnya tidak memilih salah satu kutub pendapat tersebut, tetapi diupayakan seimbangan antara upaya pelestarian dan pengembangan.

Berdasarkan interaksi sosial di atas, interaksi dan proses sosial di dasari oleh faktor – faktor :

  1. Imitasi. Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bissa pula bersifat negatif.
  2. Sugesti. Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas. Di sekolah yang berwibawa misalnya guru, yang berwewenang misalnya kepala sekolah dan yang mayoritas misalnya pendapat sebagian besar temannya. Sugesti ini memberi jalan bagi anak itu untuk mensosialisasi dirinya. Namun kalau anak terlalu sering mensosialisasi sugesti dapat membuat daya berpikir yang rasional terhambat.
  3. Identifikasi. Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi. Ia berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun dibawah sadar.
  4. Simpati. Simpati adalah faktor terakhir yang membuat anak mengadakan proses sosial. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Faktor perasaan memang penting dalam simpati. Sebab itu hubungan yang akrab perlu dikembangkan antara guru dengan peserta didik agar simpati ini mudah muncul, sosialisasi mudah terjadi, dan anak – anak akan tertib mematuhi peraturan – peraturan kelas dalam belajar.

b.   Ruang Lingkup dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan

Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan) dan para mahasisiwa serta professional sosiologi.

Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan adanya empat pokok bahasan berikut:

  1. Hubungan sistem pendidikan dengan sistem social lain
  2. Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar,
  3. Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
  4. Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 81).

Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal.

Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik  (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 82).

Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan dituntut melakukan tiga fungsi pokok, yaitu :

  1. Fsungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik dan akan dapat menafsirkan fenomena – fenomena yang dihadapi secara akurat. Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media komunikasi.

2.   Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan  itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.

3.   Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri.

Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

c.   Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional

Masyarakat selalu mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan adakalanya mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama. Masyarakat dapat merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas ataupun dalam arti sempit. Masyarakat dalam arti luas pada umumnya lebih abstrak misalnya masyarakat bangsa, sedang dalam arti sempit lebih konkrit misalnya marga atau suku. Masyarakat  sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama, antara lain:

  1. Ada interaksi antara warga-warganya
  2. Pola tingkah laku warganya diatur oleh adapt istiadat, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan khas
  3. Ada rasa identitas kuat yang mengikat para warganya. Kesatuan wilayah, kesatuan adat- istiadat, rasa identitas, dan rasa loyalitas terhadap kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangga sebagai patriotisme, nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 100).

Masyarakat Indonesia mempnyai perjalanan sejarah yang panjang. Dari dulu hingga kini, ciri yang menonjol dari masyarakat Indonesia adalah sebagai masyarakat majemuk yang tersebar di ribuan pulau di nusantara. Melalui perjalanan panjang, masyarakat yang bhineka tersebut akhirnya mencapai satu kesatuan politik untuk mendirikan satu negara serta berusaha mewujudkan satu masyarakat Indonesia sebagaiu masyarakat yang bhinneka tunggal ika. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua ciri yang unik, yakni :

  1. Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan social atau komunitas berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan kedaerahan.
  2. Secara vertical ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah, dan lapisan bawah.

Pada zaman penjajahan, sifat dasar masyarakat Indonesia yang menonjol adalah :

  1. Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok social atau golongan social jajahan yang seringkali memiliki sub-kebudayaan sendiri.
  2. Memiliki struktur social yang terbagi-bagi.
  3. Seringkali anggota masyarakat atau kelompok tidak mengembangkan consensus di antara mereka terhadap nilai-nilai yang bersifat mendasar.
  4. Diantara kelompok relative seringkali mengalami konflik.
  5. Terdapat saling ketergantungan di bidang ekonomi.
  6. Adanya dominasi politiuk oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok social yang lain.
  7. Secara relative integrasi social sukar dapat tumbuh (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/70).

Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan Orde Baru, telah banyak mengalami perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik, baik secara horizontal maupun secara vertical, masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, maka sisi ketunggalan dari “bhinneka tunggal ika” makin mencuat. Berbagai upaya dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah maupun jalur luar sekolah, telah menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh.

Berbagai upaya telah dilakukan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin mendapat perhatian yang semestinya dengan antara lain dimasukkannya muatan lokal (mulok) di dalam kurikulum sekolah. Perlu ditegaskan bahwa muatan local di dalam kurikulum tidak dimaksudkan sebagai upaya membentuk “manusia lokal”, akan tetapi haruslah dirancang dan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan “manusia Indonesia” di suatu lokal tertentu. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi yang memahami dan menyatu dengan lingkungan (alam, sosial, dan budaya) di sekitarnya.s

2.   Pengertian Hakikat Manusia :

      Hakekat manusia adalah sebagai berikut :

  1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
  2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
  1. Yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
  2. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
  3. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
  4. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
  5. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
  6. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

Manusia adalah mahluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah.

Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Akan tetapi hampir sebagian besar para ilmuwan berpendapat membantah bahwa manusia berawal dari sebuah evolusi dari seekor binatang sejenis kera, konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi. Anggapan ini tentu sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia. Dalam hal ini membuat kita para manusia kehilangan harkat dan martabat kita yang diciptakan sebagai mahluk yang sempurna dan paling mulia.

Walaupun manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di dalamnya, tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan yang sangat besar karena adanya karunia Allah yang diberikan kepadanya yaitu akal dan pemahaman. Itulah sebab dari adanya penundukkan semua yang ada di alam ini untuk manusia, sebagai rahmat dan karunia dari Allah SWT. {“Allah telah menundukkan bagi kalian apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya.”}(Q. S. Al-Jatsiyah: 13). {“Allah telah menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar. Dia juga telah menundukkan bagi kalian malam dan siang.”}(Q. S. Ibrahim: 33). {“Allah telah menundukkan bahtera bagi kalian agar dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya.”}(Q. S. Ibrahim: 32), dan ayat lainnya yang menjelaskan apa yang telah Allah karuniakan kepada manusia berupa nikmat akal dan pemahaman serta derivat (turunan) dari apa-apa yang telah Allah tundukkan bagi manusia itu sehingga mereka dapat memanfaatkannya sesuai dengan keinginan mereka, dengan berbagai cara yang mampu mereka lakukan. Kedudukan akal dalam Islam adalah merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dilewati.

Dengan demikian, manusia adalah makhluk hidup. Di dalam diri manusia terdapat apa-apa yang terdapat di dalam makhluk hidup lainnya yang bersifat khsusus. Dia berkembang, bertambah besar, makan, istirahat, melahirkan dan berkembang biak, menjaga dan dapat membela dirinya, merasakan kekurangan dan membutuhkan yang lain sehingga berupaya untuk memenuhinya. Dia memiliki rasa kasih sayang dan cinta,

rasa kebapaan dan sebagai anak, sebagaimana dia memiliki rasa takut dan aman, menyukai harta, menyukai kekuasaan dan kepemilikan, rasa benci dan rasa suka, merasa senang dan sedih dan sebagainya yang berupa perasaan-perasaan yang melahirkan rasa cinta. Hal itu juga telah menciptakan dorongan dalam diri manusia untuk melakukan pemuasan rasa cintanya itu dan memenuhi kebutuhannya sebagai akibat dari adanya potensi kehidupan yang terdapat dalam dirinya. Oleh karena itu manusia senantiasa berusaha mendapatkan apa yang sesuai dengan kebutuhannya,hal ini juga dialami oleh para mahluk-mahluk hidup lainnya, hanya saja, manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya dalam hal kesempurnaan tata cara untuk memperoleh benda-benda pemuas kebutuhannya dan juga tata cara untuk memuaskan kebutuhannya tersebut. Makhluk hidup lain melakukannya hanya berdasarkan naluri yang telah Allah ciptakan untuknya sementara manusia melakukannya berdasarkan akal dan pikiran yang telah Allah karuniakan kepadanya.

Dewasa ini manusia, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara spermatozoa dengan ovum.

Didalam Al-Qur`an proses penciptaan manusia memang tidak dijelaskan secara rinci, akan tetapi hakikat diciptakannya manusia menurut islam yakni sebagai mahluk yang diperintahkan untuk menjaga dan mengelola bumi. Hal ini tentu harus kita kaitkan dengan konsekuensi terhadap manusia yang diberikan suatu kesempurnaan berupa akal dan pikiran yang tidak pernah di miliki oleh mahluk-mahluk hidup yang lainnya. Manusia sebagai mahluk yang telah diberikan kesempurnaan haruslah mampu menempatkan dirinya sesuai dengan hakikat diciptakannya yakni sebagai penjaga atau pengelola bumi yang dalam hal ini disebut dengan khalifah. Status manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam Surat All-Baqarah ayat 30. Kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah.

Namun kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubungkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah. Akan tetapi fungsi dari khalifah itu sendiri sesuai dengan yang telah diuraikan diatas sangatlah luas, yakni selain sebagai pemimpin manusia juga berfungsi sebagai penerus ajaran agama yang telah dilakukan oleh para pendahulunya,selain itu khalifah juga merupakan pemelihara ataupun penjaga bumi ini dari kerusakan.

Beberapa Definisi Manusia :

1.   Manusia adalah makhluk utama, yaitu diantara semua makhluk natural dan supranatural, manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat hakikat yang mulia.

2.   Manusia adalah kemauan bebas. Inilah kekuatannya yang luar biasa dan tidak dapat dijelaskan : kemauan dalam arti bahwa kemanusiaan telah masuk ke dalam rantai kausalitas sebagai sumber utama yang bebas – kepadanya dunia alam –world of nature–, sejarah dan masyarakat sepenuhnya bergantung, serta terus menerus melakukan campur tangan pada dan bertindak atas rangkaian deterministis ini. Dua determinasi eksistensial, kebebasan dan pilihan, telah memberinya suatu kualitas seperti Tuhan

3.   Manusia adalah makhluk yang sadar. Ini adalah kualitasnya yang paling menonjol; Kesadaran dalam arti bahwa melalui daya refleksi yang menakjubkan, ia memahami aktualitas dunia eksternal, menyingkap rahasia yang tersembunyi dari pengamatan, dan mampu menganalisa masing-masing realita dan peristiwa. Ia tidak tetap tinggal pada permukaan serba-indera dan akibat saja, tetapi mengamati apa yang ada di luar penginderaan dan menyimpulkan penyebab dari akibat. Dengan demikian ia melewati batas penginderaannya dan memperpanjang ikatan waktunya sampai ke masa lampau dan masa mendatang, ke dalam waktu yang tidak dihadirinya secara objektif. Ia mendapat pegangan yang benar, luas dan dalam atas lingkungannya sendiri. Kesadaran adalah suatu zat yang lebih mulia daripada eksistensi.

4.   Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-satuna makhluk hidup yang mempunyai pengetahuan atas kehadirannya sendiri ; ia mampu mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya.

5.   Manusia adalah makhluk kreatif. Aspek kreatif tingkah lakunya ini memisahkan dirinya secara keseluruhan dari alam, dan menempatkannya di samping Tuhan. Hal ini menyebabkan manusia memiliki kekuatan ajaib-semu –quasi-miracolous– yang memberinya kemampuan untuk melewati parameter alami dari eksistensi dirinya, memberinya perluasan dan kedalaman eksistensial yang tak terbatas, dan menempatkannya pada suatu posisi untuk menikmati apa yang belum diberikan alam.

6.   Manusia adalah makhluk idealis, pemuja yang ideal. Dengan ini berarti ia tidak pernah puas dengan apa yang ada, tetapi berjuang untuk mengubahnya menjadi apa yang seharusnya. Idealisme adalah faktor utama dalam pergerakan dan evolusi manusia. Idealisme tidak memberikan kesempatan untuk puas di dalam pagar-pagar kokoh realita yang ada. Kekuatan inilah yang selalu memaksa manusia untuk merenung, menemukan, menyelidiki, mewujudkan, membuat dan mencipta dalam alam jasmaniah dan ruhaniah.

7.   Manusia adalah makhluk moral. Di sinilah timbul pertanyaan penting mengenai nilai. Nilai terdiri dari ikatan yang ada antara manusia dan setiap gejala, perilaku, perbuatan atau dimana suatu motif yang lebih tinggi daripada motif manfaat timbul. Ikatan ini mungkin dapat disebut ikatan suci, karena ia dihormati dan dipuja begitu rupa sehingga orang merasa rela untuk membaktikan atau mengorbankan kehidupan mereka demi ikatan ini.

8.   Manusia adalah makhluk utama dalam dunia alami, mempunyai esensi uniknya sendiri, dan sebagai suatu penciptaan atau sebagai suatu gejala yang bersifat istimewa dan mulia. Ia memiliki kemauan, ikut campur dalam alam yang independen, memiliki kekuatan untuk memilih dan mempunyai andil dalam menciptakan gaya hidup melawan kehidupan alami. Kekuatan ini memberinya suatu keterlibatan dan tanggung jawab yang tidak akan punya arti kalau tidak dinyatakan dengan mengacu pada sistem nilai.

Contohnya :

Salah satu hakekat manusia adalah manusia memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, yang dimaksud tenaga dalam adalah ilmu yang mereka miliki. Ilmu itu di dapatkan dari pendidikan yang mereka capai dalam hidupnya yaitu dengan bersekolah ataupun mengikuti kursus – kursus sehingga dapat membekali mereka untuk mendapatkan pekerjaaan yang layak, sehingga dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhannya.

3.   Pengertian pendidikan :

Arti pendidikan secara etimologi :

Paedagogie berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata ”PAIS” artinya anak, dan ”AGAIN” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak.

Secara definitif pendidikan (Padagogie) diartikan oleh para tokoh pendidikan, sebagai berikut :

  1. John dewey

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan – kecakapan fondamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.

  1. D. R. MJ. Langeveld

Pendidikan adalah pemberian bimbingan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan, dalam pelaksanaan bimbingan diperlukan yang sengaja positif kearah tujuan yang diinginkan. Sifat Pendidikan : Semua usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan harus diberikan tertuju kepada kedewasaan anak didiknya.

  1. SA. Bratanata dkk

Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaannya.

  1. Ki Hajar Dewantara

Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak – anak, artinya menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak – anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi – tingginya. Selain itu pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pengerti (pikiran) dan jasmani anak.

  1. Rousseau

Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak – anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

  1. UU SPN 20/03

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuataan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

  1. Panggulowentah (Jawa)

Pendidikan berarti mengelola, mengubah kejiwaannya, mematangkan perasaan, pikiran, kemajuan dan watak sang anak ( mengenai pemberian pengetahuan melalui pengajaran/onderwus)

  1. Educare (Romawi Inggris)

Pendidikan berarti mengeluarkan dan menuntun / membangunkan kekuatan terpendam atau mengaktiveer kekuatan potensil yang dimiliki anak.

  1. Erzichung (Jerman)

Pendidikan berarti mengeluarkan dan menuntun.

  1. Jumberansyah Indar

Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi baik jasmani atau pun rohani sesuai dengan nilai yang ada di masyarakat dan kebudayaan.

  1. H. Home

Pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.

  1. Edgar Dalle

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.

  1. JJ. Rouseau

Pendidikan merupakan pemberian bekal kepada kita apa yang tidak kita butuhkan pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita butuhkan pada saat dewasa.

  1. Kingsley Price

Pendidikan adalah proses yang berbentuk non pisik dari unsur-unsur budaya yang dipelihara atau dikembangkan dalam mengasuh anak-anak muda atau dalam pembelajaran orang dewasa.

  1. J. Adler

Pendidikan adalah proses dimana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapa pun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik.

  1. John S. Brubacher

Pendidikan merupakan proses timbal balik dari tiap individu manusia dalam rangka penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman dan dengan alam semesta.

Menurut saya pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

  1. Lembaga – lembaga pendidikan yang ada di Indonesia

Lembaga pendidikan di Indonesia dibagi menjadi Lembaga Pendidikan formal, Non-Formal, dan In-formal.

a.   Lembaga Pendidikan Formal

C   Arti Sekolah

Sekolah dikatakan sebagai lembaga pendidikan formal karena diadakan di sekolah atau tempat tertentu, teratur sistimatis, mempunyai jenjang dan dalam kurun waktu tertentu, serta berlangsung mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.

Pada umumnya lembaga formal adalah tempat yang paling memungkinkan seseorang meningkatkan pengetahuan, dan paling mudah untuk membina generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat. Bagi pemerintah karean dalam rangka pengembangan bangsa dibutuhkan pendidikan, maka jalur yang ditempuh unuk mengetahui out put nya baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapi dan segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja yang disebut kurikulum. Fungsi Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah) adalah :

F  Membantu lingkungan keluarga untuk mendidik dan mengajar, memperbaiki dan memperdalam atau memperluas, tingkah laku anak atau peserta didik yang dibawa dari keluarga serta membantu mengembangkan bakat.

F Mengembangkan kepribadian peserta didik lewat kurikulum agar :

@  Peserta didik dapat bergaul dengan guru, karyawan, teman dan masyarakat tertentu.

@  Peserta didik belajar taat kepada peraturan atau mengerti tentang disiplin.

@  Mempersiapkan peserta didik terjun di masyarakat berdasarkan norma – norma yang berlaku.

C   Jenjang Lembaga Pendidikan Formal

Jenjang lembaga pendidikan formal di bagi menjadi 3 :

F  Pendidikan tinggi

F  Pendidikan Menengah yang terdiri dari SMTA (Umum dan Kejuruan) dan SMTP (Umum dan Kejuruan).

F  Pendidikan dasar

C   Jenis Lembaga Pendidikan Formal

F  Umum yang terdiri dari :

@  SMTA

@  SMTP

@  SD

F  Kejuruan yang terditi dari :

@  Teknik Industri : STM

@  Kejuruan : SMEA

@  Kerumahtanggaan : SMKK, SPK, SAA, SMPS

@  Jasa : SPK

@  Pertanian : SMTP

C  Tujuan Pengadaan lembaga pendidikan formal :

F  Tempat sumber ilmu pengetahuan

F  Tempat untuk mengembangkan bangsa

F Tempat untuk menguatkan masyarakat bahwa pendidikan itu penting guna bekal kehidupan di masyarakat sehingga siap pakai.

b.   Lembaga Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan. Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar. Pendidikan lanjutan meliputi program paket C(setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi maupun tidak terorganisasi.
Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC)yang menjadi bagian komponen dari Community Center.

c.   Pendidikan In Formal

Pendidikan in formal ini terutama berlangsung di tengah keluarga, namun mungkin juga berlangsung di lingkungan sekitar keluarga tertentu, perusahaan, pasar, terminal dan lain – lain yang berlangsung setiap hari tanpa ada batas waktu.

Kegiatan pendidikan ini tanpa suatu organisasi yang ketat tanpa danya program waktu, (tak terbatas), dan tanpa adanya evaluasi. Adapun alasannya di atas pendidikan in formal ini tetap memberikan pengaruh kuat terhadap pembentukan pribadi seseorang atau peserta didik.

Pendidikan ini dapat berlangsung di luar sekolah, misalnya di dalam keluarga atau masyarakat, tetapi juga dapat pada saat ini di dalam suasana pendidikan formal atau sekolah, misalnya saja waktu istirahat sekolah, waktu jajan di kantin, atau pada waktu saat pemberian pelajaran tentang keadaan sikap guru mengajar, atau saat guru memberi tindakan tertentu kepada anak.

Pendidikan in formal ini mempunyai tujuan tertentu, khususnya untuk lingkungan keluarga atau rumah tangga, lingkungan desa, lingkungan adat (desa mawa cara, negara mawa tata : bahasa jawa)

DAFTAR PUSTAKA

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta. Rineka Cipta.

Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta. PT. Asdi Mahasatya.

Ahmadi, Abu & Uhbiyati, Nur. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.